Kini Dokter Lebih Bebas Jadi Dosen dan Dosen Bebas Jadi Dokter

Kini Dokter Lebih Bebas Jadi Dosen dan Dosen Bebas Jadi Dokter

- detikHealth
Senin, 30 Sep 2013 17:48 WIB
Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Jakarta - Dulu, dokter yang menjadi dosen atau pengajar di perguruan tinggi negeri sering menghadapi hambatan untuk mengembangkan kariernya di dunia pengabdian dokter. Sebab profesi dokter di rumah sakit adalah 'lahan' yang didominasi oleh dokter dengan Nomor Induk Pegawai (NIP) dari Kementerian Kesehatan RI.

Ini sama halnya dengan para dokter di rumah sakit yang mendapat kesulitan untuk mendalami bidang penelitian atau akademisi. 'Lahan' tersebut adalah wilayah dosen dokter atas izin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Permasalahan antara dokter dosen dan dokter profesi tersebut kini telah diselesaikan sejak Menteri Kesehatan RI, Nafsiah Mboi, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh, menandatangani nota kesepahaman, bulan Mei lalu.

Disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhammad Nuh, saat ditemui di gedung Fakultas Ilmu Keperawatan lama, Kampus Universitas Indonesia, Depok, pada Senin (30/9/2013), saat ini Rumah Sakit Pendidikan (RSP) telah ditangani oleh dua kementerian sekaligus, yaitu Pendidikan dan Kebudayaan serta Kesehatan. Dampak positif dari kesepakatan ini adalah kini dokter yang menjadi dosen di perguruan tinggi dan RSP dapat mengembangkan karier di dunia profesi kedokteran, tanpa terhalang oleh status kepegawaiannya.

Begitu pula sebaliknya, dokter profesional yang menjadi pengajar di perguruan tinggi kedokteran dapat mendalami bidang akademisi, bahkan bisa saja hingga menjadi guru besar. Meski saat ini dari 34 perguruan tinggi negeri dengan fakultas kedokteran, baru ada 19 perguruan tinggi yang memiliki RSP, ini adalah langkah awal yang baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran di Indonesia.

"Dengan pendekatan seperti ini, yang paling mendapatkan manfaat adalah anak-anak kita. Karena diajar oleh dokter-dokter yang punya pengalaman praktis, karena tiap hari kerja di rumah sakit. Sama juga dengan dokter-dokter dari Kemkes, mereka bisa bekerja dan berkarier di perguruan tinggi," papar Nuh lega.

Nuh menegaskan pada nota kesepahaman tersebut, telah disepakati bahwa dalam mengelola RSP, layanan kesehatan diurus oleh Kemkes, sementara standar pendidikan calon dokter diurus oleh Kemdikbud. Sementara itu, menanggapi perguruan tinggi dengan fakultas kedokteran yang ada di daerah, Nuh menyarankan untuk bekerja sama dengan rumah sakit daerah masing-masing sebelum membangun RSP sendiri.

"Mahasiswa pada rumpun ilmu kesehatan butuh belajar langsung di rumah sakit agar dapat menjadi calon dokter profesional. Maka dari itu, sebenarnya semua perguruan tinggi yang sudah berkomitmen membentuk fakultas kedokteran atau disiplin ilmu kesehatan lainnya, wajib untuk memiliki rumah sakit pendidikan," papar Nuh.

(vit/up)